quarta-feira, 10 de agosto de 2011
terça-feira, 9 de agosto de 2011
Catatan tambahan tentang Pendidikan di Finlandia
Catatan tambahan tentang Pendidikan di Finlandia
Pe. Anis Luan
Sedikit tambahan terhadap ulasan Pak Sirilus dlm BLOG-nya mengenai pendidikan di Finlandia. FINLANDIA amat maju dalam dunia pendidikan, justru karena didukung oleh hal-hal berikut ini:
1. Setiap anak diwajibkan utk mengatahui bahasa inggris serta wajib membaca satu buku setiap minggu.
2. Sistem pendidikannya yg gratis sejak TKK hingga tingkat universitas.
3. Wajib belajar diterapkan kpd setiap anak sejak umur 7 thn hingga 14 tahun.
4. Selama masa pendidikan berlangsung, guru mendampingi proses belajar setiap siswa, khususnya mendampingi para siswa yg agak lamban ataup lemah dalam hal belajar. Malah terhadap siswa yg lemah, sekolah menyiapkan guru bantu untuk mendampingi siswa tersebut serta kepada mereka diberikan les privat.
5. Setiap guru wajib membuat evaluasi mengenai perkembangan belajar dari setiap siswa.
6. Ada perhatian yg khusus terhadap siswa-siswa pada tahap sekolah dasar, karena bagi mereka, menyelesaikan atau mengatasi masalah belajar bagi anak umur sekiar 7 tahun adalah jauh lebih mudah daripada siswa yg telah berumur 14 tahun.
7. Orang tua bebas memilih sekolah utk anaknya, meskipun perbedaan mutu antar sekolah amat sangat kecil.
8. Semua fasilitas belajar-mengajar dibayar serta disiapkan oleh negara.
9. Negara membayar biaya kurang lebih 200 ribu Euro per-siswa utk dapat menyelesaikan studinya hingga tingkat universitas
10. Baik miskin maupun kaya semua siswa memiliki kesempatan yg sama untuk belajar serta meraih cita-citanya karena semua ditanggung oleh negara
11. Pemerintah tdk segan-segan mengeluarkan dana demi peningkatan mutu pendidikan itu sendiri.
12. Makan-minum di sekolah serta transportasi anak menuju ke sekolah semuanya ditangani oleh pemerintah
13. Biaya pendidkan datang dari pajak daerah, provinsi serta dari tingkat nasional.
14. Khusus mengenai para GURU: setiap guru menerima gaji rata-rata: 3400 euro per bulan. Guru disipkan bukan saja untuk menjadi seorang profesor atau pengajar, melainkan disiapkan juga khususnya untuk menjadi seorang ahli pendidikan. Makanya untuk menjadi guru pd sekolah dasar atau TKK saja, guru itu harus memiliki tingkat pendidikan universitas.
Inilah beberapa catatan mengenai RAHASIA atau filosofi KEBERHASILAN PENDIDIKAN DI FINLANDIA.
Apakah di Indonesia, pemerintah kita siap atau bersedia menerapkan sistem-sistem pendidikan seperti di Finlandia…? Saya kira… Setelah membaca ulasan Pak Sirilus dlm BLOG-nya, saya cuma hanya bisa mengatakan: "MAKSUD HATI MEMELUK GUNUNG, APA DAYA TANGAN TAK SAMPAI".
Pendidikan
Mengapa mutu pendidikan Finlandia terbaik di dunia?
Oleh S Belen
Sistem pendidikan Finlandia adalah yang terbaik di dunia. Rekor prestasi belajar siswa yang terbaik di negara-negara OECD dan di dunia dalam membaca, matematika, dan sains dicapai para siswa Finlandia dalam tes PISA. Amerika Serikat dan Eropa, seluruh dunia gempar.
Untuk tiap bayi yang lahir kepada keluarganya diberi maternity package yang berisi 3 buku bacaan untuk ibu, ayah, dan bayi itu sendiri. Alasannya, PAUD adalah tahap belajar pertama dan paling kritis dalam belajar sepanjang hayat. Sebesar 90% pertumbuhan otak terjadi pada usia balita dan 85% brain paths berkembang sebelum anak masuk SD (7 tahun).
Kegemaran membaca aktif didorong. Finlandia menerbitkan lebih banyak buku anak-anak daripada negeri mana pun di dunia. Guru diberi kebebasan melaksanakan kurikulum pemerintah, bebas memilih metode dan buku teks. Stasiun TV menyiarkan program berbahasa asing dengan teks terjemahan dalam bahasa Finish sehingga anak-anak bahkan membaca waktu nonton TV.
Pendidikan di sekolah berlangsung rileks dan masuk kelas siswa harus melepas sepatu, hanya berkaus kaki. Belajar aktif diterapkan guru yang semuanya tamatan S2 dan dipilih dari the best ten lulusan universitas. Orang merasa lebih terhormat jadi guru daripada jadi dokter atau insinyur. Frekuensi tes benar-benar dikurangi. Ujian nasional hanyalah Matriculation Examination untuk masuk PT. Sekolah swasta mendapatkan dana sama besar dengan dana untuk sekolah negeri.
Sebesar 25% kenaikan pendapatan nasional Finlandia disumbangkan oleh meningkatnya mutu pendidikan. Dari negeri agraris yang tak terkenal kini Finlandia maju di bidang teknologi. Produk HP Nokia misalnya merajai pasar HP dunia. Itulah keajaiban pendidikan Finlandia.
Kemajuan sebuah bangsa lebih ditentukan oleh karakter penduduknya dan karakter penduduk dibina lewat pendidikan yang bermutu dan relevan.
Bagaimana Indonesia?
Ada yang berpendapat, keunggulan mutu pendidikan Finlandia itu tidak mengherankan karena negeri ini amat kecil dengan jumlah penduduk sekitar 5 juta jiwa, penduduknya homogen, dan negaranya sudah eksis sekian ratus tahun. Sebaliknya, penduduk Indonesia lebih dari 220 juta jiwa, amat majemuk terdiri dari beragam suku, agama, budaya, dan latar belakang sosial. Indonesia baru merdeka 66 tahun.
Pendapat senada dikemukakan oleh tokoh-tokoh dan pemerhati pendidikan Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Jepang, dan negara-negara lain dibandingkan dengan negaranya. Yang paling malu AS karena unit cost anggaran pendidikannya jauh melebihi Finlandia tapi siswanya mencapai ranking 17 dan 24 dalam tes PISA, sedangkan siswa Shanghai China ranking 1, Finlandia 2, dan
Korea Selatan 3. Soal siswa di Shanghai China juara masih diragukan karena belum menggambarkan keadaan mutu seluruh pendidikan China. Kalau Finlandia sebagai negara kecil bisa juara mengapa negara kecil yang sudah established seperti Islandia, Norwegia, New Zealand tak bisa?
Akhirnya semua mengakui bahwa sistem pendidikan Finlandia yang terbaik di dunia karena kebijakan-kebijakan pendidikan konsisten selama lebih dari 40 tahun walau partai yang memerintah berganti. Secara umum kebijakan-kebijakan pendidikan China dan Korea Selatan (dan Singapura) juga konsisten dan hasilnya terlihat sekarang.
Kebijakan-kebijakan pendidikan Indonesia cenderung tentatif, suka coba-coba, dan sering berganti.
Lalu bagaimana dengan kebijakan pendidikan Indonesia jika dibandingkan dengan Finlandia?
1. Kita masih asyik memborbardir siswa dengan sekian banyak tes (ulangan harian, ulangan blok, ulangan mid-semester, ulangan umum / kenaikan kelas, dan ujian nasional). Finlandia menganut kebijakan mengurangi tes jadi sesedikit mungkin. Tak ada ujian nasional sampai siswa yang menyelesaikan pendidikan SMA mengikuti matriculation examination untuk masuk PT.
2. Kita masih getol menerapkan KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) sehingga siswa yang gagal tes harus mengikuti tes remidial dan masih ada tinggal kelas. Sebaliknya, Finlandia menganut kebijakan automatic promotion, naik kelas otomatis. Guru siap membantu siswa yang tertinggal sehingga semua naik kelas.
3. Kita masih berpikir bahwa PR amat penting untuk membiasakan siswa disiplin belajar. Bahkan, di sekolah tertentu, tiada hari tanpa PR. Sebaliknya, di Finlandia PR masih bisa ditolerir tapi maksimum hanya menyita waktu setengah jam waktu anak belajar di rumah.
4. Kita masih pusing meningkatkan kualifikasi guru SD agar setara dengan S1, di Finlandia semua guru harus tamatan S2.
5. Kita masih menerima calon guru yang lulus dengan nilai pas-pasan, sedangkan di Finlandia the best ten lulusan universitas yang diterima menjadi guru.
6. Kita masih sibuk memaksa guru membuat silabus dan RPP mengikuti model dari Pusat dan memaksa guru memakai buku pelajaran BSE (Buku Sekolah Elektronik), di Finlandia para guru bebas memilih bentuk atau model persiapan mengajar dan memilih metode serta buku pelajaran sesuai dengan pertimbangannya.
7. Hanya segelintir guru di tanah air yang membuat proses belajar-mengajar itu menyenangkan (learning is fun) melalui penerapan belajar aktif. Terbanyak guru masih getol mengajar satu arah dengan metode ceramah amat dominan. Sedangkan, di Finlandia terbanyak guru menciptakan suasana belajar yang menyenangkan melalui implementasi belajar aktif dan para siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil. Motivasi intrinsik siswa adalah kata kunci keberhasilan dalam belajar.
Apakah benda ini melayang, terapung atau tenggelam?
8. Di tanah air kita terseret arus mengkotak-kotakkan siswa dalam kelas reguler dan kelas anak pintar, kelas anak lamban berbahasa Indonesia dan kelas bilingual (bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar) dan membuat pengkastaan sekolah (sekolah berstandar nasional, sekolah nasional plus, sekolah berstandar internasional, sekolah negeri yang dianakemaskan dan sekolah swasta yang dianaktirikan). Sebaliknya di Finlandia, tidak ada pengkotakan siswa dan pengkastaan sekolah. Sekolah swasta mendapatkan besaran dana yang sama dengan sekolah negeri.
9. Di Indonesia bahasa Inggris wajib diajarkan sejak kelas I SMP, di Finlandia bahasa Inggris mulai diajarkan dari kelas III SD. Alasan kebijakan ini adalah memenangkan persaingan ekonomi di Eropa, membuka kesempatan kerja lebih luas bagi lulusan, mengembangkan wawasan menghargai keanekaragaman kultural.
10. Di Indonesia siswa-siswa kita ke sekolah sebanyak 220 hari dalam setahun (termasuk negara yang menerapkan jumlah hari belajar efektif dalam setahun yang tertinggi di dunia). Sebaliknya, siswa-siswa Finlandia ke sekolah hanya sebanyak 190 hari dalam satu tahun. Jumlah hari liburnya 30 hari lebih banyak daripada di Indonesia. Kita masih menganut pandangan bahwa semakin sering ke sekolah anak makin pintar, mereka malah berpandangan semakin banyak hari libur anak makin pintar.
sábado, 6 de agosto de 2011
Semeador-Semente e Terreno
BONDADE QUE POSSIBILITA TUDO CRESCER E MULTIPLICAR
Vitus Gustama,SVD
Texto de leitura: Mt 13,1-9
Deus semeia tudo que é o amor, a bondade, o bem com generosidade para todos sem excluir nenhuma pessoa, como a chuva que cai sobre todos (cf. Mt 5,45). Deus não faz outra coisa a não ser amar, fazer o bem e salvar a humanidade (cf. Jo 3,16). Seu amor pela humanidade tem um único objetivo: salvar. Por isso, Deus jamais poderia ser considerado como rival para o homem. Mas a liberdade está com o homem para aceitar ou recusar a oferta de salvação de Deus. Quem semeia a bondade e o amor, quem semeia o que salva pertence à família de Deus-Semeador do bem.
“Algumas sementes caíram à beira da estrada e os pássaros as comeram”, diz a parábola. Quem são esses pássaros? São aqueles que só querem tudo para si, para sua própria satisfação e o próprio prazer. Aquele que só sabe se satisfazer, jamais satisfará ninguém. Quem vive somente em função do próprio prazer é porque não tem prazer de viver. Os pássaros são aqueles que consomem tudo para si e vivem pegando tudo o que pertence aos outros ou ao bem comum. Dizia Mahatma Gandhi: “Aquele que cobiça a riqueza não pode deixar de explorar os outros, de uma forma ou de outra: Deus não é seu companheiro. A verdadeira felicidade vem quando nos comprazemos em reduzir o máximo possível nossas necessidades”.
“Outras sementes caíram em terreno pedregoso”,. A pedra jamais mudará de tamanho nem crescerá, mas continua dura. As pedras tomam lugar da terra onde não há possibilidade de algo de bom crescer. Ninguém planta nada sobre uma pedra. Em um coração duro como pedra não tem como penetrar a graça de Deus e não deixa a graça divina operar nele, e ainda impede os outros de crescerem, pois não quer ceder nenhum espaço para os outros desenvolverem seus talentos. A bondade, o amor, o bem acabam morrendo nos seus braços duros e sufocantes de um coração duro como pedra. Quem cai em cima de uma pedra, sabe muito bem da dor que se sente.
Uma pessoa com coração humano é uma pessoa profunda, próxima, compreensiva, capaz de ir ao fundo das coisas e dos acontecimentos. Uma pessoa com coração fraterno não é dominada pelo sentimentalismo e sim é uma pessoa que alcançou uma unidade e uma coerência, um equilíbrio e uma maturidade. Uma pessoa com um coração fraterno nunca é fria, mas cordial, nunca é cega diante da realidade, mas realista, nunca é vingativa, mas pronta para perdoar e para reconciliar-se. Uma pessoa que “vê” e “ouve” com coração os acontecimentos de cada dia, capta as mensagens de Deus. Mas aquele que vive sem coração, vê apenas as coisas negativas e reclama da vida apesar de ela ser um dom de Deus. Aquele que vê e ouve com coração vê longe e vê além das aparências. Aquele que vê e ouve com coração compreende melhor os outros. A espiritualidade do coração é uma verdadeira espiritualidade, pois inclui a oração, a conversão, a escuta do Espírito, o cuidado para o próximo, a compaixão, a solidariedade e a partilha.
Outras sementes caíram no meio de espinhos. Ninguém quer abraçar uma arvore espinhosa ou um cacto espinhoso por medo de ser machucado e ferido, pois seus espinhos estão sempre prontos para machucar e ferir quem tenta se aproximar. Quem vive machucando os outros, mata a esperança de criar a comunhão e a comunidade de irmãos. Quem vive machucando acaba se isolando e acaba sendo isolado. O cristão existe para os outros. “Todo homem é próximo do homem. E não se deve pensar em diferenças onde a natureza é comum”, dizia Santo Agostinho (In ps. 118,8,2).
Apesar de todas as dificuldades (os pássaros, as pedras, os espinhos) há sempre terreno fértil que produz muitos frutos. Jesus quer nos dizer que jamais desistimos de semear o bem, de partilhar o que se tem de bom para o bem de todos apesar das dificuldades neste trabalho. Precisamos estar conscientes de que até para fazer o bem encontramos dificuldades e obstáculos. O bem sempre triunfará, pois tem um valor eterno. A maldade jamais terá a ultima palavra para a salvação do homem e por isso não tem futuro. Mesmo que ao redor exista a indiferença, a crítica pelo bem praticado, que não valorize o esforço e a boa vontade, mesmo assim, nada deve impedir de nós continuarmos a semear o bem. Somente vence quem persevera no trabalho de semear o bem, pois ele está com Deus e Deus esta com ele.
O mistério de Deus somente é entendido com o coração. Deus cabe no nosso coração e não cabe na nossa cabeça. É preciso compreender tudo com o coração. O coração sente aquilo que os olhos não podem ver. Quando calarmos a inteligência, o coração começará a compreender. O coração entende e compreende aquilo que a razão desconhece. A revisão de vida consiste, por isso, em “olhar de novo” com os olhos da fé, com os olhos do coração os acontecimentos para entender os “recados” de Deus para cada um de nós em particular e para a humanidade toda, em geral.
“O semeador saiu para semear”. Sair é interromper o silêncio, quebrar o isolamento, tomar passos para começar a caminhar, abrir o coração para deixar a palavra de amor sair ao encontro do outro. É sair para semear o bem para todos. A única coisa que nos faz crescer e nos faz bem e faz bem para os outros é fazer o bem. Não pode deixar para amanhã o bem que você deve fazer hoje mesmo. Sejamos terreno fértil onde o bem se multiplica e multiplica também número de pessoas bondosas e mais felizes através do bem que praticamos. Ninguém resiste diante da bondade.
Assinar:
Postagens (Atom)